Penulis :

Febyan Figo Gunawan
S1 Event Program Studi Pariwisata
Prasetiya Mulya

Tahun 2020 merupakan tahun yang berbeda, dimana seluruh dunia dilanda pandemi COVID-19. Semenjak adanya pandemi ini, kita mulai membatasi diri untuk tidak melakukan kontak sosial dengan orang-orang di sekeliling kita. Selain itu, kita juga tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya, termasuk menonton Indonesian Dance Festival (IDF). Pada tahun yang spesial ini, IDF menyelenggarakan acara dalam bentuk online performance. IDF dan para seniman menciptakan kembali dan menyuguhkan kepada kita koreografi-koreografi yang apik di tengah pandemi ini.

Karya pertama yang saya tonton melalui live streaming YouTube adalah karya Eyi Lesar, salah satu koreografer yang mengisi acara ini. Judul dari karyanya adalah “Virtual WAY”, “Who Are You”. Karya ini merupakan hasil refleksi sang koreografer itu sendiri tentang konflik antar manusia yang berada di media sosial atau dunia maya. Konflik-konflik ini dapat terjadi karena adanya perbedaan opini akan agama, suku, ataupun orientasi seksual pada manusia yang disampaikan dengan cara yang kurang tepat atau dalam konteks antara satu orang dengan yang lain, dan saling menghakimi, merasa dialah yang maha tahu dan maha benar. Hal ini dapat dibuktikan dari adanya manusia-manusia yang pada awalnya dibungkus dalam beberapa plastik.

Saya pribadi menangkap bahwa setiap manusia awalnya terlahir dari suku, agama, ras, status, gender, dan lingkungan yang berbeda. Karena adanya perbedaan-perbedaan inilah yang mulai menimbulkan adanya konflik. Mengapa? Karena orang-orang ini menganggap dirinya adalah yang paling benar dan orang yang memiliki agama, perspektif, suku, ataupun orientasi seksual yang berbeda dari dirinya dianggap salah. Salah satu adegan yang menunjukkan penjelasan ini adalah ketika orang-orang ini mulai mengoyak plastik yang melingkupi mereka, kemudian mereka mulai melakukan hal yang mereka sukai. Mereka mulai menari dan melakukan gerakan masing-masing di sisi-sisi yang berbeda dari panggung atau ruangan tanpa mempedulikan orang lain yang ada di sekitarnya.

Pada satu sisi terlihat seorang wanita yang matanya tertutup dan dia hanya terduduk memikirkan sesuatu di depan sebuah cermin. Di sisi yang lain ada wanita melakukan gerakan pemanasan untuk olahraga, lalu di sisi lainnya ada sepasang lelaki yang tampaknya memiliki argument sehingga mereka tampak sedang berkelahi tetapi tidak mau saling melepaskan. Buktinya setelah berkelahi, mereka kembali berpegang tangan dan saling memegang bahu satu sama lainnya. Menurut kacamata pribadi saya, pada sisi ini saya melihat adanya hubungan homoseksual.

Pada sisi terakhir, menunjukkan seorang wanita yang pada awalnya menggunakan pakaian lengkap serba hitam, lalu ia mulai menanggalkannya satu demi satu. Tak lama setelah wanita ini menanggalkan pakaiannya, dia mulai menari berputar-putar seakan-akan dia mulai mendengarkan banyaknya komentar ataupun judgement yang tidak baik untuk dibaca ataupun didengar dari orang lain di dunia maya. Lalu tak lama wanita ini terjatuh, seolah-olah menyatakan bahwa ia mulai tak sanggup menghadapi dunia ini, tak sanggup menerima kritik yang ada, tak sanggup menerima tundingan dari dunia maya.

Tak lama setelah setiap orang melakukan kegiatannya di tempatnya masing-masing, kelima orang ini berkumpul di tengah panggung dan saling berdebat. Saya merasa bahwa mereka sedang berselisih satu dengan yang lain, antara satu golongan dengan yang lain. Disini mereka tidak beradu fisik tetapi hanya perang kata-kata. Menurut saya, hal ini menunjukkan bagaimana masing-masing golongan ini berdebat ataupun berselisih di dunia maya, karena mereka hanya menggunakan kata-kata. Hal ini diperkuat dengan musik yang saling bersahutan dan tumpang tindih menunjukkan bahwa perdebatan ini dilakukan di dunia maya, dimana ketika ada suatu pertikaian terjadi, akan semakin banyak orang yang berdatangan dan memberikan tanggapan ataupun komentar untuk membela golongannya sendiri ataupun golongan yang dianggap benar.