Sejak 2021, Telusur Tari sudah dijalankan dalam dua tahap kerja menjangkau praktik koreografer lintas generasi dan wilayah.
Telusur Tari tidak hanya menjadi perekaman jejak karya koreografer yang autobiografis, namun juga sebuah bentuk validasi. Koreografer yang terpetakan dan berhasil diteliti oleh IDF berasal dari generasi berbeda, yang kemudian mempengaruhi perbedaan latar belakang budaya serta cara pandang penciptaan. Selain itu, semua koreografer dalam tahap pertama Telusur Tari adalah perempuan, yang menarasikan penciptaan tari, eksplorasi ketubuhan, serta dasar pengembangan tradisi dengan pandangan lebih feminin. Baik Hartati, Densiel Lebang, Julianti Parani, dan Wiwik Sipala adalah representasi koreografer perempuan antargenerasi dan bagian dalam sejarah tari kontemporer Indonesia. Paduan antara penuturan kekaryaan serta dokumentasi arsip pribadi dalam video pendek menjadi hasil penelitian yang menggunakan dasar riset berbasis seni (arts-based research) dan penelitian arsip yang berusaha digalakkan oleh IDF. Pemetaan ini diharapkan menjadi titik tolak pengembangan program penelitian tari, serta sebagai bentuk awal dari aktivasi arsip tubuh dan arsip kebendaan lainnya yang akan terus diperbaharui oleh IDF.
Tari kontemporer dapat merambah pada aspek sosial dan dapat dinikmati secara dekat oleh lebih banyak orang. Pada tahap kedua Telusur Tari, IDF menyelisik praktik Gymnastik Emporium dan Hari Ghulur yang berangkat dari pengalaman ketubuhan pribadi mereka. Seperti namanya, Gymnastik Emporium (GE) mengingatkan kembali akan keluasan praktik senam sebagai bentuk koreografi yang paling dekat dengan masyarakat. Tidak hanya itu, senam juga merupakan ingatan kolektif koreografer GE yang mengalami masa orde baru; di mana senam merupakan sebuah publik kontrol kesehatan sosial. Di sisi lain, Hari Ghulur menubuhkan pengalamannya bersentuhan dengan elemen pantai yang dekat dengan kampung halamannya. Yang ditunjukkan oleh Hari Ghulur pun tidak hanya eksplorasi tubuh manusia saja tetapi juga tubuh lingkungan; yang alamiah maupun artifisial. Hari Ghulur memperlihatkan hubungan tubuh manusia dan lingkungan melalui interaksi sensoris: memperdengarkan suara yang ditimbulkan karena sentuhan, gesekan, hingga kejatuhan. GE dan Hari Ghulur memang memiliki perbedaan estetika, namun mereka sama-sama menunjukkan kelindan tubuh, masyarakat, dan lingkungan. Kekaryaan dua koreografer ini menunjukkan cara pandang penciptaan yang lebih personal namun tidak lepas dari konteks diri sebagai entitas yang hidup secara kolektif. Koreografi yang ditelusur oleh GE dan Hari Ghulur juga memperlihatkan bahwa tari kontemporer dapat disarikan dari respon atas pengalaman sosial-politik keseharian, dan bahwa tari sudah seharusnya dekat dengan masyarakat.