Puri Senja, koreografer, penari, dan pelatih tari.

Eksplorasi Memori dan Trauma Tubuh di Karya Puri Senja

26 Desember 2022

“Tubuh sesungguhnya adalah alat rekam tanpa henti. Puri Senja melakoni perjalanan ke dalam diri, mengurai tumpukan memori, trauma, serta segala kilas kehidupan yang membentuk dirinya hingga kini untuk karya jangka panjangnya, “The Other Half”. Karya ini personal sekaligus politis.”

– oleh Titah AW

“Sewaktu kecil, aku pernah dikunci papa di kamar mandi, tanganku diikat pakai tali pramuka karena susah disuruh tidur siang. Sejak itu, aku takut gelap, ruangan sempit, dan sosok papa,” cerita Puri Senja. Gestur tubuhnya yang semula rileks seketika berubah tegas dan galak, meniru sosok ayah dalam ingatannya.

Cerita itu disampaikan Puri Senja dalam film tari tentang karyanya yang berjudul “The Other Half”. Karya ini ditampilkan di program laboratorium tari Kampana dalam Indonesian Dance Festival (IDF) 2020 lalu.

Sepanjang 25 menit, Puri membuka satu per satu memori dirinya dari kecil hingga dewasa, dari yang baik hingga penuh luka. Puri seperti sedang membuka sebuah buku tebal berisi arsip yang selama ini telah membentuk dirinya, lalu menceritakan kembali memori itu dalam bentuk koreografi. “Aku percaya tubuh kita itu kaya sekali dengan memori, tubuh ini museum, sekaligus perpustakaan kita,” ujarnya.

“The Other Half”, karya jangka panjang yang pernah dikembangkan dan ditampilkan dalam program Kampana IDF 2020.

 

Karya “The Other Half” barangkali paling personal dalam karier tari Puri Senjani Apriliani sejauh ini. Karya ini membicarakan soal cara tubuh menyimpan memori dan trauma yang membentuk kompleksitas di diri setiap orang, yang lalu bersinggungan dengan lingkungan di luar tubuh. Puri Senja meyakini bahwa tubuh merekam dengan amat detail setiap peristiwa yang terjadi lewat sistem sensorik yang perlu disadari dan dieksplorasi lebih jauh.

“Setiap tubuh itu unik, punya cerita dan fenomenanya masing-masing yang selalu terkait dengan konteks lingkungan sosialnya. Seperti apa ia tumbuh, mengalami apa saja. Aku misalnya, tumbuh sebagai anak pertama, sebagai perempuan, sebagai koreografer, itu perlu kugali lebih dalam lagi,” ujarnya saat diwawancarai. Karya ini sekaligus menjadi pernyataan Puri bahwa sesuatu yang pribadi bisa jadi sangat politis.

“The Other Half” telah melalui perjalanan panjang. Karya ini lolos melalui Open Call M1 Con.tact Contemporary Dance Festival di Singapura 2019 lalu. Namun, kondisi pandemi membuat Puri Senja batal menampilkan karya ini secara luring. Tahun berikutnya, ia mengajukan karya ini untuk dikembangkan dalam program Kampana IDF 2020. Untuk menyiasati kondisi pandemi, IDF membuat format pertunjukan daring. “Aku harus putar otak untuk mengalihwahanakan karyaku dari pertunjukan panggung ke film tari,” cerita Puri.

Juni 2022, Puri Senja kembali diundang oleh Con.tact untuk menampilkan “The Other Half”. Kali ini pertunjukan dilangsungkan secara luring di program Open Stage. Kesempatan ini menandai pertama kali karya Puri Senja ditampilkan di panggung internasional. Tak hanya tampil, selama satu minggu kegiatan festival ia juga membagi proses dan metode karyanya di Sharing Class.

“’The Other Half’ ini karya yang penuh perjuangan. Aku terharu dan bangga ketika akhirnya bisa menampilkan karya ini,” ujar Puri.

Keterlibatan koreografer lulusan jurusan Sendratasik Universitas Negeri Surabaya di IDF ini bermula sebelum 2020. Puri Senja pertama kali tampil sebagai penari di IDF edisi 2016, lalu mengikuti program Koreografer Muda Potensial Akademi IDF 2018.

“Baru di IDF 2020 karyaku lolos di Kampana, tapi sejujurnya aku mengalami kesulitan di metode aktivitas yang serba online,” ujar Puri. Tapi situasi sulit itu mendorong Puri Senja menciptakan berbagai alternatif format presentasi baru untuk karyanya.

Puri Senja sebagai penari dalam karya “SILO” oleh Hari Ghulur, ditampilkan dalam Malam Pembukaan IDF 2022. Foto: Kitapoleng Bali / IDF


“Untukku IDF itu bukan sekedar platform
. Aku merasa sangat terbantu karena IDF punya jejaring dan sering menghubungkan koreografer muda sepertiku ke berbagai festival internasional dan orang-orang hebat yang membantuku tumbuh”.

 

Puri Senja sendiri aktif sebagai koreografer, penari, dan pelatih tari sejak 2014. Ia juga aktif di komunitas seperti Sawung Dance Studio dan Surabaya Stage Dance. Karyanya “#redzone” (2020) terpilih dalam program Distance Parade yang diinisiasi Kemendikbudristek. Dalam IDF 2022, ia tampil sebagai salah satu penari karya “SILO” oleh Hari Ghulur pada Malam Pembukaan festival. Sebagai koreografer, ia ingin fokus mengaplikasikan pengetahuannya untuk mengembangkan ekosistem tari kontemporer di kotanya, Surabaya.

 

“Dalam karya-karyaku, khususnya ‘The Other Half’, aku menantang tubuhku berjalan beriringan dengan hidup dan zaman. Tubuhku adalah laboratorium pribadi, sesuatu yang internal dan personal namun mampu memantulkan gagasan ke ranah global dan universal,” jelasnya. “Eksplorasi tubuh adalah proses seumur hidupku, tidak berhenti di karya ini”.

 

Saksikan karya Puri Senja “The Other Half” yang ditampilkan di program Kampana IDF 2020 dalam tautan di bawah ini!